Aliansi Petani Indonesia Jakarta,BULOG 21 Oktober 2010:
Kami organisasi petani tingkat nasional bernama Aliansi Petani Indonesia bekerja di wilayah 41 Kabupaten yang tersebar di 14 provinsi di Indonesia. Fokus program dan kegiatan berupa pelayanan kepada kelompok-kelompok tani yang terorganisir baik laki-laki dan perempuan dalam bidang : (1). Memperjuangkan pembaruan agraria dan kedaulatan pangan, (2). Penguatan kapasitas anggota, (3). Penataan produksi dan akses pasar, (4). Penerapan teknologi tepat guna di pedesaan.

“Sebagai bangsa yang mengandalkan sebagian besar mata pencaharian penduduknya di sektor pertanian, tentunya menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak petani”. Data kemiskinan BPS tahun 2006 mencatat rakyat miskin di Indonesia berjumlah 39.10 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk. Sebanyak 24,76 juta (21%) penduduk miskin itu berada di daerah pedesaan dan umumnya terlibat atau berhubungan dengan sektor pertanian. Data BPS 2007 menunjukkan bahwa 72 persen kelompok petani miskin dari subsektor pertanian pangan”.

Beberapa fakta yang terjadi pada petani di Indonesia, diantaranya:
 Harga Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan Beras dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) (tidak sesuai Inpres No 7 tahun 2009). Jika ada yang menjual di atas HPP secara umum dibeli melalui mekanisme swasta (beras harus berkualitas) bukan melalui BULOG. Dari 978 transaksi gabah di 18 provinsi selama Juli 2009 yang diobservasi oleh Badan Pusat Statistik ada 217 kasus harga gabah di bawah HPP (Kompas, 4 Agustus 2009)
 BULOG tidak secara langsung membeli Gabah ke petani. Bulog menggunakan mitranya untuk pengadaan Gabah atau beras sehingga harga di tingkat petani akan selalu dibawah HPP
 Kenaikan HPP mulai tahun 2001-2010 banyak menguntungkan spekulan (pedagang perantara, tengkulak). Di tingkat petani masih menggunakan sistem tebasan sehingga sangat merugikan petani. Pada sisi lain, ada kecendrungan kelangkaan beras dan naiknya harga beras di bulan November-Desember, disamping karena faktor penurunan produksi di musim II, tetapi dimungkinkan adanya kegiatan spekulan yang menyimpan beras untuk mengambil keuntungan pada saat kenaikan HPP di awal tahun (Januari). Situasi ini sering dijadikan alasan untuk Impor beras, mengingat harga beras di luar negeri seperti vietnam dan thailand jauh lebih murah.
 Pada saat ini, Bulog di samping menjalankan Publik Service Obligation (PS0), juga dituntut untuk berbisnis agar dapat menghasilkan keuntungan. Dengan PSO, Bulog dituntut seolah-olah harus menjadi lembaga sosial (non profit oriented). Di sisi lain sebagai perum, Bulog juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan (profit oriented). Dua peran yang bisa berseberangan ini bisa menimbulkan conflict of interest. Karena itu, seharusnya Bulog hanya menjalankan PSO dan konsekuensinya, pemerintah harus menyediakan dana yang cukup untuk mendukung peran PSO Bulog. Selama ini kemampuan bulog membeli gabah atau beras hanya 10% dari produksi nasional.
 Produktifitas dan kualitas yang berbeda antar musim (I,II dan III). Seharusnya ada perbedaan HPP tiap musim, sehingga membantu petani.
 Biaya Produksi di tingkat petani mahal. Petani harus membeli bibit unggul, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja yang semakin mahal.
 Cuaca ekstrim (perubahan iklim) berdampak berkurangnya produktifitas petani, ditambah dengan adanya berbagai penyakit yang tidak mampu ditangani sendiri oleh petani
 Minimnya infrastruktur pasca panen seperti penjemuran membuat kualitas gabah di tingkat petani menjadi rendah, apalagi di musim penghujan. Hal ini membuat daya tawar petani semakin rendah berhadapan dengan para pedagang.
 Minimnya penggilingan yang memiliki kualitas baik berdampak pada kualitas beras yang dihasilkan masih rendah, sehingga harga di tingkat petani semakin rendah.

Berdasarkan fakta diatas kami mendorong pemerintah untuk :
1. merubah kebijakan HPP kualitas tunggal menjadi HPP multikualitas yang terdiri dari kualitas rendah, sedang (medium) dan premium sehingga produksi petani tidak dipermainkan para spekulan
2. Memperkuat kapasitas Tunda Jual rumah tangga petani melalui lumbung atau koperasi untuk memutus sistem tebasan atau ijon yang sangat merugikan petani
3. Memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam rangka menekan gejolak penurunan harga komoditas pertanian yang berpotensi merugikan petani
4. Menerapkan kebijakan non harga yang efektif melalui penerapan sistem pertanian organik dan penanganan pasca panen yang meliputi penjemuran, penyimpanan, dan perbaikan mutu penggilingan


Aliansi Petani Indonesia
Sekretariat : Jl. Slamet Riyadi IV/50 Kel. Kebun Manggis, Kec. Matraman, Jaktim
Telp / Fax : 021 8564164, email : api_bumie @yahoo.com

Diposting oleh Aliansi Petani Indonesia Selasa, 02 November 2010

Subscribe here

Dokumentasi